ANTARA HATI YANG MATI DAN HATI YANG HIDUP , Share via Group WA Terfavourite

"Antara Hati yg Mati dan Hati yg Hidup"

#NgajiHikam
@sidogiri
http://chirpstory.com/li/243297

"diantara tanda-tanda hati yang mati adalah; saat kesempatan beribadah hilang dia tak bersedih, dan ketika melakukan sebuah dosa dia tak menyesal."

Coba renungkan! Apa yang dimaksud dengan hati yang mati dan hati yang hidup?

Hati yang hidup adalah; hati yang dipenuhi rasa cinta, ta'dzim dan takut kepada Allah SWT. Jika hati kosong dari rasa itu, maka itu adalah hati yang mati.

Nah, masing-masing dari hati yang hidup dan hati yang mati, memiliki pengaruh signifikan dalam perjalanan dan suluk seseorang.

Mungkin anda merasa janggal dengan uraian di atas; mengapa bukan kesalahan yang menjadi indikator matinya hati. Sebagimana "semangat beribadah dan taat akan perintah Allah" menjadi borometer hidupnya hati.

Kejanggalan ini timbul, karena dia melihat hidup dan matinya hati dari sisi lahiriahnya, berupa apa yang diperbuat oleh manusia. Bukan dari sisi perasaan yang meliputi; tak ada sesal ketika terlanjur berbuat dosa dan tak bersedih ketika absen melakukan suatu ibadah.

Ketahuilah! bahwa jika hati sdh terpenuhi dengan rasa cinta dan ta'dzim kepada Allah, pasti akan terdorong untuk taat perintahNya dan jauhi laranganNya.

Allah memberi anugrah fitrah imaniyah terhadap seseorang, mengandung hikmah yang sangat agung, yang dengannya ia bisa melebihi derajat malaikat. Yaitu dengan cara menyiapkan hati yang bersih untuk menampung cinta suci yang tertinggi, yaitu cinta kepada Allah SWT. Dan dengan sebab selalu memuliakan dan mensucikan Dzat yang maha tinggi, dia terus meningkat pada derajat yang lebih tinggi.
Hingga ia selalu berada dalam kerinduan yang tinggi untuk mencapai maqam malail a'la (derajat tertinggi) di sisi Rabb-nya.

Itulah entitas mansia yang hakiki, hati dan ruhnya selalu disediakan untuk dipenuhi dengan perasaan-perasaan suci, berupa cinta dan  takut kepada Ilahi.

Namun dibalik itu harus disadari, bahwa kekuatan ruh pada diri manusia tak berjalan mulus. Ada banyak rintangan yang akan menghadangnya. Seperti dorongan naluri untuk berbuat maksiat, godaan syetan yang selalu menyelinap dan kobaran syahwat yang mendongkrak dengan kuat.

Dua kekuatan yang kontras ini sama-sama mendorong seseorang dalam bertindak, sehingga dia tidak lepas dari salah satu dua garis, taat & maksiat.

Rasulullah berkata, "Semua Bani Adam punya salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah ia yang bertaubat." (HR. Ahmad)

Ruh dan perasaan hati meningkat ketika melakukan taat, sebagaimana hati terasa berat karena terbebani syahwat di kala berbuat maksiat. Demikianlah kondisi hati seluruh umat manusia, dihujani kecamuk yang akut saat nafsu mengarah di waktu taat ataupun maksiat. Hanya Nabi yang tidak memiliki perasaan semacam ini, karena dalam diri para Nabi dibekali 'ishmah (proteksi) dari Allah agar tidak terjatuh pada dosa.

Apa hikmah yang bisa dirasakan dari adanya kontradiksi kuatnya hati di kala taat, dan menjadi tunduk pada nafsu di kala maksiat?

Pertentangan yang sering menuai isykal di hati banyak orang ini memiliki hikmah agar kita senantiasa lari dan meminta pertolongan Allah. Lari dari betapa lemahnya diri ini ketika dihujam oleh jeratan nafsu yang bertubi-tubi dan meminta agar tidak mudah menyerah di hadapan nafsu.

Disini kita dihadapkan pada dua hal kontradiksi: apakah hati kita akan condong kepada Allah, ataukah menuruti nafsu manusiawi kita?

Jika kita mau sadar, tentu kita tak akan mengorbankan diri kita hanya untuk meneguk kenikmatan nafsu yang hanya sesaat.

Nah, dari hikmah Ibnu Athaillah diawal tadi menganjurkan kita agar selalu mawas dan menjaga diri agar tak menuruti keinginan nafsu kita. Seorang hamba bisa dikatakan menjaga diri dari rayuan nafsu adalah saat ia merasa menyesal dengan kekhilafan/kesalahan yang dilakukan. Sebab tak ada seorang menusia pun yang bersih dari efek negatif nafsu diri. Semua pasti pernah melakukan kesalahan, kecuali para Anbiya. Kesalahan yang cepat ditobati pasti punya dampak positif, yaitu bisa mendorong hati kita agar selalu waspada untuk tak terjerumus lagi kesana.

Inilah penyesalan yang hakiki. Penyesalan yang bisa membawa pemiliknya menobati dosa-dosanya. Penyesalan yang membuat kita makin dekat dengan Allah. Diri kita tentu berbeda dengan fisik malaikat yang tak pernah bermaksiat pada Allah. Cara hidup kita tak sama dengan cara hidup para malaikat. Jika kita punya nafsu, maka malaikat tidak. Kita bisa bermaksiat, malaikat bukan tipe makhluk pemaksiat. Sangat berbeda...

Lalu apa hikmah Allah mencipta malaikat tanpa nafsu, sedangkan kita dicipta dengan penuh nafsu birahi? Apakah hikmah dibalik itu?

Meski malaikat tak dilengkapi nafsu tapi ada sisi yang tak menguntungkan bagi malaikat bahwa malaikat tak bisa merasakan nikmat diterimanya taubat oleh Allah. Malaikat tak bisa merasakan nikmatnya berinteraksi langsung dengan-Nya.

Sungguh nikmat hati orang-orang yang taubatnya langsung diterima Allah, sebagaimana firman-Nya: 
وَمَنْ يَغْفِرُالذًّنًوبَ إلَّاالله

Manusia bisa lebih tinggi derajatnya dari pada malaikat. Manusia bisa lebih merasakan nikmat luar biasa yang tak bisa dirasakan malaikat. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita seharusnya bisa lebih unggul, bahkan lebih tinggi derajatnya daripada malaikat atau makhluk lainnya. Maksiat/kesalahan yang diperbuat sebenarnya bisa jadi kesempatan untuk kita bisa semakin dekat dan butuh pada Allah, dengan cara ditaubati. Taubat yang tak main-main pasti akan mendapat tanggapan yang luar biasa dari Allah, sebab Allah tak akan menelantarkan hamba yang disayangi-Nya.

Semoga hati kita menjadi hati yang hidup dan hanya terpenuhi dengan rasa cinta dan khauf kepada-Nya, hingga menjadi hamba yang dicintai-Nya. Amin.

Post a Comment for "ANTARA HATI YANG MATI DAN HATI YANG HIDUP , Share via Group WA Terfavourite"