KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Setiap rumah tangga haruslah memiliki keinginan untuk
mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sehingga setiap
anggota keluarga harus memiliki peran dan menjalankan amanah tersebut.
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang
baik dalam mengemban tanggung jawabnya karena Allah ‘Azza wa Jalla akan
mempertanyakannya di hari Akhir kelak.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ،
وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ،
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ
رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“
Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannnya.”
1. Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ
أَحَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ
بَيْتِهِ.“
Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya. Apakah ia pelihara ataukah ia sia-siakan, hingga seseorang ditanya tentang keluarganya.
2. Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.
Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya karena tabiat anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak, di antaranya:
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar agar
mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh
alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta
agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan. Ajarkanlah
Tauhid, yaitu bagaimana mentauhidkan Allah, dan jauhkan serta laranglah
anak dari berbuat syirik. Sebagaimanan nasihat Luqman kepada anaknya,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“
Dan ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika
ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau
memperskutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)adalah
benar-benar kezhaliman yang besar.’” [Luqman: 13]
2. Pada usia balita (sekitar 2-5 tahun), kita ajarkan
kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al-Qur-an,
sebagaimana yang dicontohkan oleh para Shahabat dan generasi Tabi’in dan
Tabi’ut Tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al-Qur-an
pada usia sangat belia.
Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia pada masa
kecilnya dengan kemampuan menghafal yang luar biasa. Oleh karena itu,
orang tua harus pandai memanfaatkan kesempatan untuk mengajarkan
anak-nya dengan hal-hal yang bermanfaat pada usia-usia balita. Usaha ini
harus terus dijalankan, meskipun mungkin di sekitar tempat tinggal kita
tidak ada sekolah semacam tahfizhul Qur-an. Kita dapat mengajarkannya
di rumah kita, dengan kemampuan kita, karena pada dasarnya Al-Qur-an itu
mudah.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas
utama bagi orang tua kepada anaknya. Shalat merupakan tiang agama, jika
seseorang melalaikannya niscaya agama ini tidak bisa tegak pada dirinya.
Shalat ini pulalah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah di
akhirat. Untuk itulah, hendaknya orang tua dengan tiada bosan senantiasa
memberikan contoh dengan shalat di awal waktu dengan berjama’ah di
masjid, mengajaknya serta menanyakan kepada anaknya apakah dia telah
menunaikan shalatnya ataukah belum.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُـرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّـلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ
سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ،
وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.
“
Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan
kalau sudah berusia 10 tahun meninggal-kan shalat, maka pukullah ia. Dan
pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak laki-laki dan anak wanita).
Mengajak isteri dan anak kita untuk melaksanakan shalat di
awal waktu, merupakan salah satu perintah dari Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk tetap
sabar dalam menunaikan kewajiban ini, termasuk sabar dalam mengingatkan
isteri dan anak kita untuk tetap menegakkannya.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan
sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kami-lah
yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah
bagi orang yang bertaqwa.” [Thaahaa : 132]
Jika anak kita sudah berumur 10 tahun, hendaknya sang ayah
mengajaknya untuk menunaikan kewajiban shalat dengan berjama’ah di awal
waktu di masjid. Ini merupakan pendidikan praktis yang sangat
bermanfaat, karena dalam benak si anak akan tertanam kebiasaan dan
perhatian yang mendalam tentang kewajiban yang sangat mulia ini.
Terdapat banyak sekali hikmah dan manfaat yang terkandung di dalamnya.
Seseorang yang lalai dalam shalatnya, maka ia akan mengikuti hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ
“
Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang
mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan
tersesat.” [Maryam 19): 59]
Bentuk menyia-nyiakan shalat di antaranya adalah melalaikan
kewajiban shalat, menyia-nyiakan waktu shalat dengan tidak
melaksanakannya di awal waktu. Yang dengan sebab itu, mereka akan
menemui kesesatan, kerugian dan keburukan.
Wallaahu a’lam bish shawaab.
4. Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaknya.
Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, jujur, berkata baik dan benar, berlaku baik kepada keluarga, saudara, tetangga, juga menyayangi yang lebih kecil serta menghormati yang lebih tua, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlak berbakti) kepada orang tua.
Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar yang paling besar setelah syirik (menyekutukan Allah). Orang tua haruslah memberikan teladan kepada anaknya dengan cara dia pun berbakti kepada orang tuanya dan berakhlak mulia.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena
sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan
akhlak anaknya.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
“
Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman. Apalagi kita mengetahui bahwa sesuatu yang jelek akan mudah
sekali mempengaruhi hal-hal yang baik, namun tidak sebaliknya, terlebih
dalam pergaulan muda-mudi seperti sekarang ini yang cenderung melanggar
batas-batas etika seorang muslim. Mereka saling berkhalwat
(berdua-duaan antara lawan jenis), sehingga bisikan syaitan mudah sekali
menjerumuskan dirinya ke jurang kenistaan.
Atau pengaruh obat-obat terlarang yang dapat menjadikan
dirinya bergantung dan merasa ketagihan terhadap obat-obat penenang yang
diharamkan oleh Allah. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
NARKOBA) yang dilakukan generasi muda kaum muslimin telah banyak
menjeremuskan mereka kepada kehinaan dan kesengsaraan.
Usaha yang telah kita curahkan beberapa tahun bisa saja
menjadi sia-sia hanya karena anak kita salah memilih teman bermain atau
teman di sekolah. Untuk itu, haruslah diperhatikan akhlak teman anak
kita, apakah temannya itu memiliki pemahaman agama yang baik, apakah
shalatnya baik, apakah dia senan-tiasa nasihat-menasihati dan
tolong-menolong dalam kebajikan??
Baca juga : Nasihat Ayah Kepada Anak Perempuannya
Baca juga : Nasihat Ayah Kepada Anak Perempuannya
6. Berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla pada waktu-waktu yang mustajab
Di samping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya sebagai
isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada
Allah ‘Azza wa Jalla pada waktu-waktu yang mustajab (waktu
terkabulkannya do’a), seperti sepertiga malam yang terakhir, agar
keluarganya dijadikan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, agar
dia, isterinya, dan anak-anaknya dijadikan orang-orang yang shalih dan
shalihah.
Seperti do’a yang tercantum di dalam Al-Qur-an:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“…
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami
dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami), dan jadikanlah kami
pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” [Al-Furqaan : 74]
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan
dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian
mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan shalihah, bertaqwa
kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Aamiin.
Post a Comment for "KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK"