KISAH NYATA, SATU KELUARGA MELAWAN COVID19

☘️We Are Survivors☘️ 


Ini adalah pengalaman saya, paksu Eric Kurniawan dan keempat anak-anak saya berjuang melawan Covid19. Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua. 

🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸

Tak terlintas sedikitpun dari pikiran ini bahwa kami akan menjadi salah satu bagian dari para survivor Covid19. 

Mulai dari awal penyakit ini masuk ke Indonesia, saya dan suami sangat disiplin, sebisa mungkin kami menjadi bagian utk mencegah penyebarannya. Mulai dari mengedukasi orang tua, saudara-saudara jauh, teman-teman di medsos utk selalu aware dengan virus ini. Bahkan dalam belanja kebutuhan dapur, saya gunakan aplikasi WA untuk memesan bahan-bahan dapur (ikan, daging, sayur, ayam, bumbu dapur, dll) ke tukang sayur langganan. Pembayaran juga via transfer. Hehehe, melijo kekinian. 

Terutama suami, beliau tak pernah lelah mengingatkan saudara-saudaranya, orang tua kami untuk tetap tinggal di rumah, jangan kemana-mana, disiplin cuci tangan. Jikalau terpaksa keluar rumah, wajib pakai masker. Dan saat kembali ke rumah, mencuci semua pakaian, langsung mandi dan cuci rambut. Uang dari luar (ATM dan uang kembalian) juga dijemur sebelum masuk dompet. Tas, Hp dan barang-barang yg dibeli online tidak lepas dari semprotan desinfektan sebelum masuk rumah. Beli makanan di luar pun hanya 2-3 kali saja, itupun wajib dipanaskan kembali. Begitupula saat kami beli segala kebutuhan rumah di supermarket, semua barang-barang wajib dicuci pakai sabun sebelum masuk ke dalam lemari es/lemari penyimpanan. 

Dengan semua ikhtiar dan protokoler yg sudah diterapkan secara disiplin, ternyata takdir Allah menyapa kami sekeluarga terkena virus ini (Covid19). 

Saya, suami dan ketiga anak laki-laki (11 tahun, 8 tahun, 5 tahun) terkonfirm positif Covid19. Sedangkan anak bungsu perempuan kami (3 tahun) negatif. MasyaAllaah.. Farah, you're wondergirl ❤️.

🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹

Awal mulanya...
Di hari ketiga Ramadhan (26/4/20), suami mulai merasakan tidak enak badan, nggregesi kalo orang Jawa bilang. Badan menggigil, demam. Hari keempat Ramadhan (Senin, 27/4/20), saya minta utk tidak berpuasa. Beberapa hari tidak nafsu makan, mual, malah sampai muntah, persendian juga sakit, lidahnya juga putih tebal. Saya cek di literatur, mungkin kena thypus. Batuk, tidak. Sakit tenggorokan juga tidak. Sesak nafas juga tidak. Hanya nyeri di perut. Hingga hari Ahad (3/5/20), beliau tidak kunjung membaik.

Saya minta cek ke RS, beliau menolak. Takut jadi PDP katanya. Semua obat dari teman-teman dokter tak juga menurunkan panas tubuhnya. Padahal suhu tubuh hanya berkisar antara 37-37,8 decel. Kami tidak berasumsi mengarah ke Covid sama sekali. Karena di literatur, suhu tubuh pasien covid lebih dari 38 decel. Begitupun tanda-tanda batuk/pilek/sakit tenggorokan/sesak tidak dirasakan suami. 

Ya Allah, sakit apa suami saya ini. Kekhawatiran saya memuncak karena sudah 8 hari beliau tidak ada perubahan. Akhirnya saya paksa utk periksa ke RS. Saya tinggal anak-anak di rumah. 

"Mas Akmal, titip adik-adik ya. Dijaga ya, bunda mau ngantar ayah ke RS dulu", pesan saya kepada si sulung. 

Di RS, wajib melakukan protokoler jika ingin periksa ke poli spesialis. Di tempat parkir, suami melakukan screening rapid tes terlebih dahulu. Hasilnya negatif (non reaktif). Di ruangan dokter spesialis penyakit dalam, suami diminta opname (4/5/20) karena sakit lambung yang diderita. Namun, foto thorax suami menunjukkan ada sedikit flek putih. Tipis banget. Dokter sedikit curiga. Dan meminta tes swab. Status ODP disematkan pada suami.

Saya mengurus semua administrasi kamar rawat inap. Untuk sementara suami ditempatkan di ruang isolasi ODP. Saya melepas beliau masuk ke kamar inap. Kami melewati ruangan dengan pintu kaca berlapis-lapis. Ada 4 pintu kaca yang kami lewati untuk bisa sampai di ruangan/cluster kamar isolasi. Tak boleh ada satupun keluarga yg menunggu. Hanya dijaga perawat dengan pakaian full hazmat. 

Saya pikir pihak RS terlalu berlebihan, kami berdua sangat yakin suami tidak mungkin terkena covid. Karena begitu disiplinnya menjaga kesehatan, kebersihan dan SOP covid. Saya dan anak2 pun tetap melaksanakan anjuran pemerintah untuk tetap #dirumahsaja selama 3 bulan ini. Selain itu rapid tes nya juga negatif. Ya, itu hanya anggapan kami. 

Sebelum ada hasil swab, saya masih sering datang ke RS untuk mengantar segala keperluan suami. Mulai makanan, pakaian, madu, jus buah, susu, dll. Tapi setelah hasil swab keluar dan suami dinyatakan terkonfirm (positif Covid19), saya tidak boleh pergi kemana-mana. Shock? Iya. Kok bisa? Entahlah.

Suami mengabari mertua, saya juga mengabari orang tua. Ya, namanya orang tua mereka langsung nangis mendengar kabar dari kami. Bagaimana tidak? Krn setiap hari media selalu memberitakan korban-korban meninggal akibat covid. 

Orang dengan rapid tes negatif (non reaktif), belum tentu swab nya juga negatif. Karena di dalam tubuhnya belum ada antibodi utk melawan virus. Baru seminggu setelah nya jika dites kembali, maka bisa dipastikan rapid tes nya reaktif. 

Tak berselang lama, esok nya petugas puskesmas dengan pakaian hazmat datang ke rumah kami utk mewawancarai saya dan anak-anak. Dicek suhu masing2 dan beberapa pertanyaan. Saya jawab sejujur-jujurnya.

Dari mana terpapar nya, Pak Eric? Itu yang ditanyakan dokter di RS. Krn dari semua check list tidak ada satupun yang kami contreng. 
Pulang dari luar negeri (❌), pulang dari luar kota (❌), berinteraksi dengan orang positif Covid19 (❌). 

"Saya juga nggak tahu, Dok. Aktivitas saya hanya ke kantor dan rumah. Di kantor pun saya di ruangan sendiri. Kalaupun survey lapangan juga tetap physical distancing, disiplin cuci tangan, pakai masker", terang suami. 

"Ya memang virus itu kecil dan nggak terlihat, kita juga nggak tahu kena dimana", kata dokter nya. 

Di hari itu juga, suami dipindahkan ke kamar isolasi khusus pasien covid. 

Saya dan anak-anak menjalani rapid tes (RT) di Puskesmas. Dengan mengendarai mobil, saya bawa anak-anak lengkap dengan masker dan beberapa instruksi. 

"Nanti setelah pulang dari puskesmas cuci tangan dulu, jangan pegang apapun barang di rumah, langsung lepas pakaian dan mandi ya". 

Instruksi itu yg selalu diucapkan ayah mereka. Dengan sedikit penekanan, agar rumah steril dari paparan virus. 

Hasil RT saya reaktif, sedangkan keempat anak saya non reaktif. Sehingga mulai saat itu, saya selama 24 jam full selalu pakai masker dan menjaga jarak dengan anak-anak. Saya tidak ada asisten rumah tangga, jadi selama ayah mereka di RS, anak-anak yg besar membantu saya untuk menjaga adik-adik nya. Mendewasakan mereka di tengah ujian kami sekeluarga. 

Petugas puskesmas akan mengusulkan kami berlima untuk ikut swab tes lewat jalur dinkes kota Surabaya. Tapi belum bisa dipastikan kapan jadwal swabnya. Utk memastikan saya positif/negatif covid, teman suami menawarkan utk swab mandiri. Alhamdulillaah dgn bantuan beliau, saya swab mandiri di RS Premier. Hasilnya insyaAllaah 2-3 hari. 

Sembari menunggu hasil swab pertama, saya dipantau terus oleh teman-teman dokter. Kondisi saya, kesehatan saya dan anak-anak, apakah ada keluhan, dsb. Ya, teman-teman ingin memastikan keadaan saya baik-baik saja. 

"Dek Lina, gmn kabarnya hari ini?", tanya teman saya. 

"Alhamdulillaah, saya sehat dan kondisi stabil, tidak ada keluhan apa-apa. Anak-anak juga sehat dan terlihat ceria", saya jawab sejujurnya. 

Setiap 2 hari sekali, saya ditanya kondisi oleh tim dokter dari Satgas covid19 dari grup pengajian. Tak lupa tim dokter juga mengirimkan 1 pack vitamin tablet, beberapa botol vitamin cair untuk anak2, masker kain, masker medis. MasyaAllah watabarokallah, support dan perhatian mereka betul-betul luar biasa. Saya terharu dengan tugas mereka yang totalitas.

Bapak saya juga selalu menyemangati lewat WA, 
"Yang sabar ya Na, jadi ibu yang kuat dan tegar. Semua cobaan dari Allah. Allah Maha Besar, Maha Melindungi umat Nya yang beriman. Semangat Lina!!!". 

Melihat begitu banyak berita-berita negatif di media online, saya berharap hanya kepada pemilik jiwa ini. 

"Ya Allah, virus ini adalah makhluk Mu, lindungilah suami, saya dan anak-anak dari segala bahaya yg ditimbulkan olehnya (covid)". 

"A'uudzubika limaatillaahittaammaati min syarri maa kholaq.  Hasbunallaah wa nikmal wakiil nikmal maula wa nikman nashiir." 

(Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari keburukan apa-apa yang Dia ciptakan.  Cukuplah Allah sebagai tempat bagi kami, sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong). 

Ada info bantuan dari pemkot untuk para keluarga pasien covid. Setiap hari dapat makanan siap makan sebanyak anggota keluarga. Tapi karena diantar setiap hari dan pengantar pakai baju APD,  kami tidak ingin tetangga tahu. Biarlah kami diam-diam saja. Tetap isolasi di dalam rumah, sehingga kami memutuskan untuk menolak bantuan dari pemkot supaya bisa digunakan untuk keluarga lain yang membutuhkan.

Alhamdulillaah, kami memiliki teman-teman rasa saudara. Banyak sekali perhatian dan support mereka kepada saya dan suami. Bahan baku makanan datang silih berganti. Beras, minyak, telur, frozen food, snack anak2, susu, madu. Bisa dibilang hampir setiap hari selama Ramadhan saya tidak pernah masak. Freezer tempat bahan pizza pun hampir penuh. Selain dikirim ke rumah, ada juga yang mengirimkan makanan ke RS tempat suami dirawat. 

Hampir setiap hari pintu pagar saya diketuk-ketuk oleh ojek online atau kurir yang membawa makanan untuk saya dan anak-anak di rumah. Semua bahan makanan di freezer dan lemari full. Alhamdulillaah, MasyaAllah watabarokallah

"Ya Allah, banyak sekali makanannya". 

Beras sampai ada beberapa sak, gula ada beberapa kg, telur ada 4 pack (@10 butir). Belum lagi stok saya sendiri yang dibeli suami untuk kebutuhan selama pandemi (sebelum beliau MRS). 

"Yah, bahan makanan di rumah banyak banget. Boleh ya bunda sedekahkan?", izin saya kepada suami. 

"Iya boleh. Silahkan, Nda". 

Bismillah, sebagian bahan makanan itu saya bagikan ke tetangga yang membutuhkan. Sebagai syukur dan ikhtiar kami, supaya suami bisa segera sembuh. 

Semakin saya keluarkan isi bahan makanan dari lemari penyimpanan, semakin banyak pula sahabat/saudara/teman yang mengirimkannya. MasyaAllah watabarokallah, semoga ini menjadi pahala yg terus mengalir untuk para sahabat yang mengirimkan makanan bagi kami sekeluarga di bulan Ramadhan ini. 

"Ayah pingin makan apa? Bunda kirimi ya". 

Ya, selain do'a, video call setiap hari utk melepas rindu, tak lupa kiriman makanan dan masakan saya utk menaikkan mood booster nya. Saya kirim semuanya via ojol.

"Ayah kangen kumpul bareng, Nda", nada bicaranya bergetar menahan tangis.  

"Sabar ya Yah..", suara saya tercekat tidak bisa melanjutkan kata-kata.  

"Kita nikmati semua ujian dari Allah. InsyaAllaah ada hikmah besar yang Allah titipkan untuk kita. Nggak usah khawatir ya, bunda di rumah sehat, anak-anak juga sehat masih ceria. Tetap semangat, Yah..." 

Saya support terus beliau supaya tak jadi beban pikiran, sehingga bisa menurunkan imun nya. Saat ditelepon saya usahakan tertawa ceria, walau di hati begitu khawatir akan keadaan nya di sana.

Alhamdulillaah 'ala kulli hal, walau kami sedang diuji dengan sakit namun kami tetap diberikan nikmat yang bertubi-tubi. 

"Nda, do'a ku nggak dikabulkan Allah", kata si sulung. 

"Do'a yg mana?" 

"Do'a supaya orang-orang yang aku sayangi dan aku kenal dijauhkan dari virus corona". 

"Mas ingat nggak beberapa hari kemarin do'a apa?" 

"Do'a yg mana?" 

"Mas pernah berucap, "aku pingin jajan (snack) yang asin-asin, Nda". Nah sekarang di depan mas ada banyak banget jajan yang mas minta, dapat kiriman snack banyak banget buat camilan kalian. Itu berarti Allah mengijabah do'a mas Akmal atau nggak?" 

"Hehe, iya. Alhamdulillaah". 

"Mas Akmal.. Bukan berarti jika Allah tidak mengabulkan do'a kita, Allah tidak sayang. Tetap berprasangka baik sama Allah. Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik dan lebih indah untuk mas Akmal. Alhamdulillaah, ada do'a nya mas Akmal yang diijabah Allah juga kan?". 

Sulungku mengangguk. 

Di saat seperti ini, seorang ibu memang harus kuat lahir batin nya. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk menguatkan anak2 nya. Jaga iman dan imun. 

🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹

Hasil swab pertama saya positif Covid19, sedangkan anak-anak belum ada jadwal dari puskesmas. Untuk sementara saya benar-benar menjaga jarak dengan mereka. Pakai masker full 24 jam, tidur terpisah, walau tidak bisa dipungkiri saya masih memandikan dan menyuapi makan anak ketiga (5 tahun) dan keempat (3 tahun). Sesekali anak nomer tiga bisa melakukan semua secara mandiri. 

Kebiasaan tidur pun jadi berubah total, yang biasanya saya tidur bersama dua balita. Kali ini mereka tidur berempat. Kakak-kakaknya yang membimbing ritual sebelum tidur untuk adiknya. Membaca do'a sebelum tidur, surat Al Fatihah dan Al Ikhlas. Baru dua surat ini yg dihafal dua balita saya sebelum tidur. 

"Mas Faqih dan dek Farah, sementara tidur sama mas Akmal dan mas Raza dulu ya. Bunda masih sakit, biar nggak ketularan ya". 

Setiap mereka mendekati saya langsung saya katakan, "Maaf ya Dek, bunda banyak virusnya". 

Alhamdulillaah anak-anak ngerti kalo bundanya nggak boleh didekati. 

Tiap kangen bundanya, anak-anak hanya melihat saya dari pintu kamar. Paham kalau nggak boleh masuk dan nggak boleh dekat-dekat. 

"Mas Faqih, dek Farah, nanti kalau bunda sudah sembuh boleh peluk bunda lagi, boleh cium bunda lagi. Sekarang belum boleh ya". 

Anggukan kepala mereka membuat saya lega, insyaAllaah mereka paham. Saya serahkan semua kepada Allah. Allah lah penjaga mereka seutuhnya. 

Melihat celoteh mereka yang menggemaskan pingin rasanya meluk, nguwel-nguwel, gelitikin. Tahan, Nda...Tahan... 

Begini ya rasanya jadi OTG, saya tidak ada gejala apapun. Masih bisa beraktivitas seperti biasa. Masak (lebih tepatnya menghangatkan makanan yang sudah ada di freezer), nyuci piring, nyuci baju+jemur juga masih bisa. Alhamdulillaah... 

Saya flash back, pernah kah saya berhubungan dengan banyak orang akhir-akhir ini. Beli ke toko tetangga, ke minimarket, beli bahan makanan ke tukang sayur selalu pakai masker, menerapkan physical distancing,  interaksi dgn tetangga juga via online atau menyapa sekedarnya. InsyaAllah tidak ada orang-orang yang terpapar virus dari saya. 

Keesokan harinya, petugas puskesmas memberi kabar lewat WA, swab saya dan anak-anak dijadwal hari Jum'at (15/5/20) di RS Husada Utama. 

"Bismillaah, anak-anak banyak berdo'a ya. Semoga hasilnya negatif. Kita semua sehat." 

Saya lihat ada rasa khawatir tampak di wajah anak-anak saya yang besar (Akmal dan Raza). Ya tak dapat dipungkiri, rasa takut itu ada. Tapi keyakinan kita pada Allah mengalahkan semuanya. 

Malam sebelumnya, saya berdo'a dengan penuh harap. "Kuatkan saya ya Allah. Berikan keikhlasan dan kesabaran yang tak berbatas. Hasbunallaah wa nikmal wakiil, nikmal maula wa nikman nashiir".

Selesai berdo'a, saya buka mushaf Al Qur'an secara acak. Saya tunjuk salah satu ayat dengan mata tertutup. Saya baca ayat dan terjemahannya.
 
QS. Ar Ra'd ayat 11, 

"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." 

Allaaah... Rasanya lega, plong. Walau saya telah yakin, bahwa  Allah tidak akan meninggalkan kita. Namun, di ayat ini seakan-akan Allah ingin lebih meneguhkan ku. "Tak perlu risau, Lina". 

Allah nggak akan pernah meninggalkan hamba-Nya sedetik pun. Ada malaikat-malaikat Nya yg selalu menjaga. Jikalau terjadi sesuatu pada diri kita, itu sudah menjadi ketetapan Nya, takdir terbaik Nya utk kita. Husnudzon selalu pada Nya. 

Apa yang terjadi adalah karena kehendak-Nya dan Allah menjaga orang-orang beriman dengan penjagaan-Nya yang Maha Sempurna ❤️.

Alhamdulillaah pengambilan sample swab berjalan lancar, walau Faqih dan Farah sempat nangis kencang karena tidak nyaman diambil spesimen tenggorokan dan hidungnya. 

Siang harinya, saya diberi kabar bahwa swab saya yang mandiri (bukan dari pemerintah) sudah keluar dan hasilnya positif Covid19.

Alhamdulillaah 'ala kulli hal. Setelah membaca ayat cinta Allah (Al Qur'an), saya tidak merasa shock sama sekali. 
All is well, Lina. It's Ok. 

Alhamdulillaah sistem imun saya bagus, saya hampir tidak ada gejala yang parah. Hanya demam 2 hari, waktu suami masih sakit di rumah. Saya pikir demam karena kecapekan. Saya minum obat flu sa**flu, Alhamdulillaah sudah sembuh. Dan beberapa kali batuk-batuk ringan.

Saya nikmati hari-hari bersama anak2 dengn kondisi suami dirawat di RS. 

Setiap hari saya mendapatkan update kondisi suami, beliau mengabarkan bahwa saat di RS dokter dan perawat memberikan pelayanan yang sangat baik. 

Suami hanya dirawat seorang diri di ruangan isolasi. Tidak boleh ditemani keluarga dan dijenguk. Setiap hari dicek kondisi tubuhnya, pemberian cairan infus vitamin dan antibiotik (obat untuk radang di perut). Obat yang harus diminum sebanyak 6 butir, masing-masing 3x setiap hari(pagi, siang, malam). 

Dua hari sekali melakukan pengecekan EKG jantung dan rontgen paru. Karena covid kadang berefek ke jantung dan organ lainnya. 

Pernah suatu hari suami bilang ke perawat, "Bu, saya kangen keluarga, pingin pulang". 

Ternyata, perawat tersebut malah sudah sejak Maret diisolasi di RS dan belum boleh pulang. Ya Allah, justru ini membuat suami tidak pernah berkeluh kesah, tidak pernah terlalu menuntut ke para perawat. Dedikasi mereka sangat tinggi, bahkan rela meninggalkan keluarganya di rumah 😭. Terima kasih tak terkira, apresiasi kami kepada para nakes sebagai garda terdepan penanggulangan Covid19 di Indonesia. 

Saya selalu mengingatkan suami untuk memperbanyak tilawah Al Qur'an. Setiap hari beliau tak lepas dari Al Qur'an, jika ada sesak di dada dan tidak bisa membaca, beliau ganti dengan mendengarkan murottal atau membaca di dalam hati. Yang penting tidak lepas dari Al Qur'an dan qiyamul lail (sholat tahajud). Selain itu beliau juga puasa sosmed, karena berita di televisi maupun sosmed sangat mengganggu pikiran. 

Suami juga meminta saran teman dokter spesialis jiwa, apa yang harus dilakukan untuk mengurangi stres dan suntuk selama di RS. Dan obatnya adalah mewarnai. Wah.. Ini adalah aktivitas yang juga saya lakukan jika saya terlalu suntuk saat di rumah saja. Terima kasih ya pak dokter. 

Setiap hari, pihak RS selalu mengajak para pasien untuk melakukan senam pagi. Ada instruktur senam di luar yang memimpin senam, sedangkan pasien mengikuti gerakannya dari dalam kamar yang dilapisi kaca. Sinar matahari juga bisa tembus ke dalam kamar, jadilah pasien senam pagi plus berjemur sinar matahari. 

Beliau mengabarkan jika kondisi semakin membaik. Sempat sesak nafas, detak jantung berdebar cepat, tangan gemetar. Namun dengan kesigapan perawat tidak sampai dipindahkan ke ruang ICU. 

Alhamdulillaah, selama di RS tidak perlu pakai ventilator. Kondisinya stabil. Tinggal menunggu hasil swab nya yang kedua. 

Hari Ahad (17/5/20), suami dikabari teman di lab ITD bahwa hasilnya sudah keluar, tp belum dikirim ke RS. 
Suami telepon, "Nda, hasil swab ayah yg kedua negatif. Alhamdulillaah". 

Ya Allaah, saya langsung bersujud syukur. Alhamdulillaah.. yaa Allah. Engkau ijabah do'a orang tua kami, do'a saudara-saudara kami, Do'a-do'a tulus mereka untuk kami. Do'a orang-orang yang sholih dan sholihah. Sahabat dan saudara kami semua. 😭 

Esoknya hari Senin (18/5/20), setelah menyelesaikan administrasi beliau pulang ke rumah. Begitu ceria nya anak-anak menyambut ayahnya. Alhamdulillaah, insyaAllaah kita bisa lebaran sekeluarga. Walau tak bisa saling memeluk, namun hati kami insyaAllaah saling bertautan. 

H-1 hari raya Idul Fitri hasil swab kami berlima keluar. Saya dan tiga anak laki-laki terkonfirm positif, sedangkan anak perempuan bungsu hasilnya negatif. MasyaAllaah Farah.. You're the wondergirl ❤️. 

Farah terpaksa diisolasi bersama ayahnya di kamar sendiri. Tidak boleh dekat dengan kakak-kakaknya.

Namun, jarak antara pengambilan sample dan keluarnya hasil sekitar 7 hari. Hal ini membuat saya dan suami meragukan hasil swab Farah. Karena dia sudah jelas-jelas terpapar kakak-kakaknya. Mereka main bareng, guyon bareng, makan bareng, tidur juga bareng kayak pindang. Ya Allah.. mengapa jadi tambah ruwet begini. 

Kami ridha, ya Allah, apapun yang Engkau takdirkan pada kami. Semoga kami semua kuat menjalaninya.

🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹 

Sholat Idul Fitri kami lakukan di rumah saja. Suami menjadi imam, saya dan kedua anak yang besar menjadi makmum. 

Khutbah saat itu sungguh berbeda dari biasanya. 

"Apa yang kita rasakan selama Ramadhan ini adalah tarbiyah dari Allah untuk kita sekeluarga. Ayah dan bunda diberikan sakit, tapi kita bisa melewati ini semua dan bisa berkumpul lagi di hari yang fitri ini". 

"Sebagai seorang mukmin, apapun yang terjadi pada diri kita adalah baik. Jika kita ditimpa keburukan, itu baik untuk kita. Jika kita diberikan kegembiraan, itu baik untuk kita". 

Setelah khutbah, kami saling bermaafan. 

"Mas Akmal, mas Raza, terima kasih ya sudah bantu bunda jaga adik-adik saat ayah masih di rumah sakit. Terima kasih sudah menjadi lebih dewasa. Bunda bangga dengan kalian berdua. Maaf ya jika bunda sering marah atau ada hal yang menyakiti kalian", tercekat kata-kata ini di tenggorokan, tidak bisa meluncur. Deras air mata mengalir, tanda bahwa saya menyayangi mereka. 

Hanya itu yang bisa saya katakan. Tak bisa mencium, tak bisa memeluk, tak bisa memegang tangan mereka. 

Bagi para OTG seperti kami ini, anjuran dokter tidak harus minum obat seperti pasien isolasi di rumah sakit. Yang perlu diperhatikan adalah imunitas/daya tahan tubuh agar tetap stabil. 
🔸Minum vitamin C dosis tinggi (dewasa= 1000 mg/hari). Jika kondisi normal hanya perlu 60-90mg/hari. 
🔸Minum madu. Usahakan lebih banyak dari biasanya (3-5x sehari). 
🔸Konsumsi probiotik. Ini fungsinya juga untuk menjaga imun.
🔸Makan makanan bergizi (karbohidrat, protein, sayur, susu). Karena energi dari makanan yg kita konsumsi adalah cara ampuh utk melawan virus.
🔸Istirahat yg cukup. 
🔸Hindari stres, panik, khawatir apalagi parno yg berlebihan. Psikosomatis dapat membuat imun kita drop, sehingga yang awalnya tanpa gejala tidak menutup kemungkinan akan timbul gejala. 

Psikosomatis ini efeknya sangat berpengaruh bagi tubuh. Sejak saya diberi kabar bahwa hasil swab pertama saya positif, tiba-tiba ada yang berbeda pada diri saya. Yang awalnya tenang, sabar, nggak khawatir, mendadak saya menjadi gugup, deg-degan, gelisah. Astaghfirullah. Dari siang sampai sore saya batuk-batuk terus, batuk ngekel. Sebelumnya tidak pernah seperti ini. Memang saya kalau sedang batuk, nafas ini seperti bunyi "ngiik..ngiik". Karena dulu saat kecil saya punya sakit bronchitis. Selalu batuk-batuk jika berada di udara dingin, terutama malam hari.

Setelah sholat Ashar saya berdo'a, "Ya Allah, Engkau adalah Asy Syifa' dan Al Qur'an juga adalah syifa', jadikanlah Al Qur'an ini adalah obat bagi kami". 

Bismillah.. Saya tilawah Al Qur'an seperti biasa. Saya fokuskan bacaan Al Qur'an ini ke dada (paru), dengan tangan kanan saya letakkan di dada. Alhamdulillaah, berangsur-angsur batuk nya reda, nggak ada gatal-gatal lagi di tenggorokan. MasyaAllah watabarokallah.. Alhamdulillaah ya Robb. 

Alhamdulillaah, kami sekeluarga sudah sembuh dan dinyatakan negatif. Do'a tulus saudara semua menjadi wasilah diijabahnya harapan kami sekeluarga. 

Covid adalah penyakit seribu wajah. Dia akan menyerang seseorang dimana organ vitalnya sedang melemah. Apabila yang diserang bagian jantung, maka dia seperti sedang sakit jantung. Jika yang diserang bagian lambung, maka dia seperti sedang sakit asam lambung/maag atau seakan-akan sakit typus. Bahkan ada yang mengira sakit DBD (demam berdarah). Setelah itu virus akan menyerang paru-paru. Suami diserang bagian perut, lambung dan liver nya. 

Sedekah adalah penolak bala. MasyaAllaah watabarokallah, Allah memberikan perlindungan Nya, hingga suami hanya merasakan gejala ringan, tidak sampai diberi ventilator atau oksigen. Begitupun diri saya dan anak-anak. Alhamdulillah tidak ada gejala yang mengkhawatirkan. Bahkan saya dan anak-anak bisa full puasa 30 hari, MasyaAllaah watabarokallah.

Tetap aware terhadap covid ini ya, tapi jangan parno berlebihan karena akan menyebabkan psikosomatis. Jaga kesehatan dan kebersihan. Makan makanan yang sehat dan bergizi, minum vitamin, madu, lakukan prosedur covid secara disiplin (cuci tangan pakai sabun, menggunakan masker jika keluar rumah, physical distancing). 

Ikhtiar yang kami lakukan sebanyak 2x. Ikhtiar semaksimal mungkin agar tidak terhindar dari covid, namun takdir Allah berkehendak lain. Maka ikhtiar selanjutnya adalah kesembuhan. Semaksimal mungkin mengkonsumsi yang dianjurkan dokter dan thibbun nabawi (Al Qur'an dan herbal). 

Alhamdulillaah bini'matihi tatimmushshoolihaat ❤️ 
"Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna". 

By : Lina Riskiyanti Kisworo

Post a Comment for "KISAH NYATA, SATU KELUARGA MELAWAN COVID19"